Pages

Thursday, January 14, 2010

KONVERGENSI MEDIA

Konvergensi Media yang mengusung konsep penyatuan berbagai layanan informasi dalam satu piranti informasi membuat satu gebrakan digitalisasi yang tidak bisa dibendung lagi arus informasinya. Informasi berkembang dengan sangat cepat dan tanpa ada batas yang bisa menghalangi individu terkenan terpaan arus informasi tersebut (exposure). Media konvensional, misalnya media cetak, bukan tidak mungkin akan mati di masa mendatang nanti akibat dari kebutuhan informasi yang semakin cepat dari individu-individu yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh media cetak akibat keterbatasan yang dimiliki media cetak. Ketika semua orang berbondong-bondong untuk memilih media digital yang lebih efisiensi untuk mendapatkan informasi, secara otomatis segala macam bentuk periklanan juga akan beralih ke media digital karena tuntutan dari konsumen tersebut. Apakah kita harus terus diam melihat perubahan yang terjadi pada arus informasi tersebut seperti katak dalam tempurung atau kita harus secara positif menerima segala perubahan yang terjadi dengan pikiran yang lebih terbuka untuk menerima kemajuan perkembangan teknologi??
Saat ini kita berada pada suatu kondisi atau proses yang mendorong kecenderungan serta perubahan-perubahan ekstrim dalam hampir seluruh aspek kehidupan . Aspek yang dianggap paling bertanggung jawab atas proses tersebut adalah perkembangan serta penemuan dan inovasi baru di bidang teknologi dan informasi. Perkembangan ini oleh sebagian kalangan disebut sebagai Gelombang Ketiga (third wave), menyusul revolusi sebelumnya di bidang pertanian dan perindustrian. Perkembangan teknologi dan informasi yang signifikan, menjanjikan pelbagai kemungkinan di segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Dalam “Dunia Yang Dilipat” (Piliang:2004) seperti saat ini, nyaris seluruh bidang tersebut tidak terlepas atau dapat melepaskan diri dari sentuhan teknologi dan informasi itu.
Teknologi Informasi (TI) dan Dunia Yang Berubah Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan seluruh proses kehidupan, mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam, menjadikan informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang. Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik.
Teknologi dan informasi telah mengubah wajah kehidupan konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi mekanisme digital yang serba cepat yang mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global.
Setidaknya ada beberapa karakteristik menonjol yang ditimbulkan oleh fenomena ini yaitu Pertama pelipatan ruang-waktu (time-space compression) artinya memperpendek jarak waktu, dengan meningkatkan kecepatan (velocity) atau memperpendek durasi. Melipat ruang artinya memperkecil jarak ruang (spatial), dengan cara memperpendek waktu tempuh di dalam ruang itu. Tapi melipat ruang adalah sekaligus melipat waktu, dan sebaliknya, karena ruang tidak dapat dipisahkan secara ontologis dari waktu. Kedua, pemadatan waktu-tindakan (time-action condensation). Artinya pemdatan berbagai tindakan ke dalam satuan waktu tertentu (detik, menit, jam, hari), dalam rangka memperpendek jarak dan durasi tindakan dengan tujuan efisiensi waktu: sebanyak mungkin tindakan dalam sedikit mungkin waktu. Ketiga, miniaturisasi ruang-waktu (time-space miniaturisation). Baik ruang maupun waktu, keduanya dapat dikerdilkan. Dalam pengertian diredusir ke dalam berbagai dimensi, aspek, sifat, dan bentuk asalnya, dengan cara memindahkan wujudnya ke dalam wujud lain yang lebih ringkas dalam bentuk media representasi (gambar, fotografi, televisi, video, internet). Miniaturisasi ruang waktu dalam pengertian dominasi simulasi atas realitas, yaitu kekuatan citra dan informasi mengklaim dirinya sebagai realitas dan kebenaran. Keempat, pemadatan ruang-waktu simbolik (symbolic time-space compression) yaitu peringkasan dalam dunia simbol itu sendiri. Ada berbagai mekanisme dalam bahasa yang memungkinkan sebuah simbol diringkas atau disingkat sedemikian rupa, sehingga pesan dan makna dapat disampaikan. Akan tetapi, ada sebuah proses pelipatan simbolik yang telah melampaui kemampuan bahasa untuj mengungkapkan makna, yaitu ketika bahasa diringkas, dipadatkan, dan diacak atau diredusir sebagai simbol dan tanda semata.Kelima, peringkasan ruang-waktu psikis (psychal time-space condensation). Pelipatan dan peringkasan keempat hal di atas sebagai akibat kemajuan telekomunikasi, transformasi, dan informasi, menimbulkan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap dunia psikis. Dalam hal ini adalah persepsi dan pandangan manusia terhadap ruang dan waktu itu sendiri. Persepsi tentang jauh/dekat, luar/dalam, cepat/lambat, kini mengalami perubahan yang mendasar. Apa yang jauh kini dapat dirasakan dekat, sebaliknya yang dekat dapat menjadi jauh secara psikis. Begitu pula halnya dengan persepsi manusia tentang nyata/fantasi, asli/palsu, realitas/simulasi.
TI, Konvergensi Media, dan Komunikasi Politik Para ilmuwan komunikasi politik baru sedang giat-giatnya mulai mempelajari dampak teknologi komunikasi dan informasi pada komunikasi politik. Fenomena ini dianggap signifikan. Chaffe malah mengatakan bahwa arah komunikasi politik mendatang mungkin lebih ke soal politik daripada komunikasi, seperti siapa yang menguasai teknologi mana, dan bagaimana peraturan perundangan mampu menjamin terjadinya pemerataan akses dan kedudukan yang sama di depan teknologi tersebut(Chaffe:2001;44). Konvergensi media adalah kerja bersama dimana ‘media tradisional’ – cetak, radio, televise, film – dikombinasikan dengan ‘teknologi baru’, yaitu televisi kabel, internet, dan database. Picu konvergensi adalah kemajuan teknologi komunikasi. Melalui konvergensi, kedalaman dari suratkabar, drama televisi, dan kekuatan (data) dari internet, menjadi satu. Dalam hal ini, masing-masing medium tetap memproduksi isi (berita) dengan bentuk dan gaya mereka masing-masing. Namun, kerja bersama mereka itu kemudian dikumpulkan, disesuaikan, dan ditampilkan melalui teknologi komunikasi yang paling baru. Melalui konvergensi, industri media menjadi industri komunikasi, dimana tekanannya adalah bahwa “informasi itu milik masyarakat”. Dengan sendirinya, konvergensi tersebut juga ikut mengubah seluruh hakekat, corak, dan cara penyampaian berita secara menyeluruh.

Tuesday, November 3, 2009

Ilmu Komunikasi

Definisi, Ruang Lingkup, Disiplin

Dalam pengertian awam (umum) semua gejala interaksi yang melibatkan lambang-lambang (bahkan bermakna atau pun tidak) adalah komunikasi. Siapa pun, bahkan apa pun, yang terlibat itu adalah komunikasi. Dengan demikian, karakter komunikasi ibarat darah kehidupan, bahkan melintasinya: berada di mana pun, dilakukan siapa (apa) pun, dan dimensi apa pun. Orang berdoa kepada Tuhan adalah komunikasi. Pelatih lumba-lumba melatih lumba-lumba adalah komunikasi. Si Neng Geulis bersimpuh di atas tanah merah, meratapi Mas Jokomono yang baru saja mati tertembak polisi karena demonstrasi adalah komunikasi. Dan… banyak lagi!

Keluasan itu memang tak terhingga (sebuah isyarat kebesaran Tuhan juga), sehingga tak mungkin terjangkau oleh kita, terutama saya. Seraya mengundang anda untuk mendiskusikan lebih lanjut paparan saya tentang komunikasi, saya pun akan berusaha membatasi diri pada disiplin ilmu sesuai dengan kemampuan saya yang terbatas: ilmuwan (bukan usahawan, rohaniawan, negarawan, dan wan-wan… yang lain!). Jadi, saya akan fokus ke bahasan ilmiah; Ilmu Komunikasi.

Ilmu sering disebut sebuah disiplin. Demikian juga Ilmu Komunikasi. Suatu kajian yang tidak berdisiplin maka tidaklah dapat dikatakan sebagai ilmu. Ilmu selalu membatasi diri dalam hal objek kajian. Dia fokus, obedience, tidak chaos. Maka, selalu muncul definisi. Definisi adalah batasan pengertian. Definisi adalah “pagar” ruang lingkup ilmu. Definisi adalah objek (materia maupun forma) ilmu. Jadi, meskipun Ilmu Komunikasi sering disebut sebagai ilmu yang “multydiscipliner approach”, tetap saja dia punya definisi, punya batasan, punya ruang lingkup! Sehingga, dia menjadi sebuah disiplin yang mandiri. Pendekantan multidisiplin tidak bisa ditafsirkan sebagai “tidak punya disiplin” atau “tak jelas disiplinnya” atau “boleh ngawur ke sana-kemari” melainkan terletak pada pijakannya saja. Dia berpijak pada banyak disiplin/ilmu lain dalam epistemologi-nya.

Harapan saya, dengan batasan yang jelas, kita dapat memahami Ilmu Komunikasi sebagai ilmu yang mandiri sekaligus mendisiplinkan diri untuk tidak ngawur ke sana-ke mari. Sehingga, tidak mengaburkan Ilmu Komunikasi sebagai sebuah ilmu. Secara objektif pun kita dapat menghindarkan diri dari hal-hal yang sesungguhnya terbukti tidak dikaji fakultas/jurusan komunikasi di perguruan tinggi di mana pun.

Definisi Komunikasi dan Ilmu Komunikasi

Ada 126 definisi komunikasi yang dapat dikumpulkan oleh Frank Ex. Dance (1976) kemudian dikelompokkannya menjadi 15 ketegori komponen konseptual pokok. Dari semua (15) komponen pokok itu hanya beda titik tekan saja, kesemuanya mengisyaratkan komunikasi antar manusia.

Untuk keperluan diskusi kita ini –dari sudut (disiplin) ilmu tentunya– komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian lambang-lambang yang bermakna dari manusia satu kepada manusia lain. Atau, proses penyampaian lambang-lambang yang bermakna dari pihak satu kepada pihak lain (dengan catatan, dua pihak itu manusia). Jadi, ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari proses penyampaian lambang-lambang yang bermakna dari manusia satu kepada manusia lain.

Bila definisi itu diformulasikan ke dalam definition by negation menjadi sebagai berikut: Komunikasi sebuah proses peyampaian lambang-lambang yang bermakna bukan penyampain kado, kue, dan rumah; kecuali kado, kue, dan rumah itu dianggap sebagai lambang yang bermakna (lain). Dari manusia, bukan dari Tuhan, tumbuhan, atau hewan. Kepada manusia lain; bukan kepada kura-kura, eceng gondok, atau rumput yang bergoyang. Dari manusia kepada manusia.

Dengan demikian (dari sudut disiplin ilmu), pelatih lumba-lumba melatih lumba-lumba, bukanlah komunikasi. Seorang gadis jomblo berdoa di malam sunyi-sepi, seorang diri, meminta jodoh kepada Tuhan; bukanlah komunikasi. Si Neng Geulis yang bersimpuh di atas kuburan, meratapi dan “bicara pada” kekasihnya yang mati tertembak polisi ketika demonstrasi, bukan pula komunikasi. Apabila kita memasukkan hal tersebut ke dalam komunikasi, berarti kita tidak disiplin! Dus, kita tidak lagi bicara ilmu.

Kenyataannya, di fakultas atau jurusan (ilmu) komunikasi di seluruh perguruan tinggi di dunia ini tidak pernah dikaji/diajarkan hal-hal tersebut. Di UIN atau di Al-Azhar sekalipun, dalam hal disiplin ilmu komunikasi, tidak diajarkan “doa-doa yang efektif”. Dari Masrik sampai ke Maghrib, dari ujung dunia satu ke ujung dunia lain, dalam hal kajian ilmu komunikasi, tidak pernah dijarkan/dikaji “cara melatih lumba-lumba” atau cara bicara kepada khewan! Dari Chicago School sampai Frankfurter Skule, tidak ada dikaji/dipelajari cara “meratap di kuburan” atau cara bicara kepada orang meninggal/makhluk ghaib. Ada pun orang yang hanya bersandar pada Tuhan (taqwa), dalam perilaku komunikasinya berpengaruh, ya! Dia lebih santun, rendah hati, berahlak ketika berkomunikasi dengan orang lain. Jadi, bukan berarti, karena Psikologi, Sosiologi, dan Antropologi sebagai salahtiga (multydiscipliner approach) dari Ilmu Komunikasi lantas objek kajiannya juga merupakan objek kajian Ilmu Komunikasi. Bukan karena di tiap Fakultas/Jurusan Ilmu Komunikasi ada Matakuliah Agama, kemudian objek kajian agama menjadi objek kajian ilmu komunikasi pula! Cermati pula, Ilmu Komunikasi merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial. Ingat, sosial : masalah interaksi manusia dengan manusia lain. Ilmu-ilmu sosial mengkaji (objek formanya) manusia dalam rangka hubungannya dengan manusia lain. Demikian juga Ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial mengkaji (objek materianya) manusia dalam rangka hubungannya dengan manusia lain. Jadi bukan hubungannya dengan mahkluk lain atau Tuhan. Lalu bagaimana dengan istilah “komunikasi transendental” yang marak akhir-akhir ini? Apakah masuk ke dalam Ilmu Komunikasi? Takarlah dengan definisi dan disiplin Ilmu Komunikasi.

source : http://3senyuman.wordpress.com/2009/10/09/komunikasi-ilmu-komunikasi/